Just be Be Brave to Try

Monthly Archives: Juni 2011

antara rasio dan iman itu berdampingan?!

Mempelajari manusia dari segi psikologi dan biologis ternyata menyenangkan. Jika kita mempelajarinya secara mendalam, banyak hal yang akan membuat kita kaget, heran dan sejenisnya itu. Contoh saja dalam pelajaran biologi kelas XI yang pernah saya terima, setiap organ mahluk hidup ternyata terdiri dari sel-sel yang sangat kecil. Secara ‘ndesani’ saya cuma bisa terkagum-kagum ketika mengetahui bahwa sel-sel tersebutlah yang menggerakkan semua ini. Coba bayangkan tubuh atletis, kurus, gemuk, njelehi, ganteng, cantik,dll, ternyata hanya sel-sel kecil semata dan sel tersebut bukan cuma 100 atau 200 saja tetapi beribu-ribu juta. Dan pertanyaan yang muncul adalah “ini semua terjadi begitu saja, ataukah ada yang merancang?”-Fr.Palma-

Ilmu Pengetahuan atau Iman ya?

Kata www.wikipedia.org ilmu pengetahuan itu sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Jadi pasti banget, kaya waktu saya di pom bensin aja, pasti pas (gak ada hubungannya!!) . Jadi yang kaya biologi, kimia, fisika, dan segala jenis lainnya itu juga termasuk ilmu pengetahuan. Saya pikir ilmu pengetahuan mau menjawab segala yang ada di dunia ini. Coba bayangin, mukul orang aja bisa diketahui gaya atau energi yang dihasilkan, aneh, jayus, horor lagi.

Perkembangan pengetahuan dan teknologi begitu maju, dari nenek moyang kita,yang katanya “MONYET!!”, sampai sekarang, ‘monyet’ yang sudah pegang HP ma Laptop (bukan saya!). Salah satu contohnya adalah teori Galileo Galilei. Bapak berjenggot dan berambut putih ini mengatakan “bumi itu bukan setengah lingkaran yang digambarkan seperti sekarang ini (zaman dulu maksudnya), tapi bumi ini bulat”, dengan segala macam alasannya sehingga bisa diterima dan terbukti samapai sekarang ini. Di zaman ini, saya lihat manusia sudah nyiptain banyak banget barang-barang elektronik sampai-sampai jadi barang bekas (“ketawa donk…!”). Serius! Seakan-akan dunia ini bisa dijawab dengan ilmu pengetahuan manusia. Hebat banget ya manusia! Saya takut, lama kelamaan manusia menemukan obat penambah umur, ngeri kalau dah sampai yang begituan. Namun saya yakin tak selamanya manusia dapat menjawab tentang semua hal yang ada di dunia ini. Kembali lagi ke pertanyaan sebelumnya; sel-sel mahluk hidup yang kecil tapi hidup terjadi begitu saja ataukah ada yang merancang (ni mulai serius). Peryataan ini menjurus pada kehadiran awal kehidupan.

Pernah mbayangin nggak, bagaimana mahluk hidup; tumbuhan, manusia, dan air bisa muncul, padahal salah satu teori terbenyuknya bumi adalah teori BIG BANG. “Hmmm…gara-gara tabrakan kok bisa sampai ada manusia, burung, kelinci dan ‘MONYET’ ya…”. Atau secara tiba-tiba, manusia, tumbuhan, dan hewan muncul begitu saja seiring berjalannya waktu ? Sulit ya menjawab perntanyaan seperti ini.

Setelah menjalani berbagai macam pelajaran dan latihan (renang,sepakbola,nyupir dan lain-lain). Saya menemukan jawabannya. Ternyata masih ada iman man!!. Kaya’k saya punya iman sebesar biji sesawi, bisa mindahin gunung, asal jangan gunung merapi yang masih mengeluarkan lahar dingin. Suatu saat ilmu pengetahuan gak bisa menjawab pertanyaan yang ada di dunia ini. Iman sebagai rasa percaya, terkhusus kepada Tuhan, bisa melengkapi jawaban. Oleh sebab itu, saya akan menjawab seperti ini : “ Tuhanlah yang menciptakan mahluk hidup, kita semua!”. Dan pernyataan seperti itu hanya muncul jika ada iman yang menyertai. Iman!. Sebuah rasa percaya akan sesuatu hal yang tidak berasal dari rasio tetapi hati. Memang tidak mudah jika kita hanya dihadapkan pada hal yang tidak nampak namun terus berkarya dalam hidup kita. Itulah gunanya iman. Tuhan yang memberi kita hidup, akankah kita percaya?

Pengetahuan dan Iman saling Bedampingan

Saya mempunyai teman, dia pandai fisika. Setiap kali ada soal yang harus dikerjakan, mungkin dia menjadi anak yang selesai nomor satu dan mengangkat tangan kemudian maju mengerjakannnya di papan tulis. Karena cintanya terhadap pelajaran fisika, sering kali saya melihat teman saya ini asik membaca buku-buku berbau fisikia. Buku yang pernah saya lihat dari dia adalah buku tentang misteri yang mengungkapkan bahwa Nail Amstrong dengan Selamet (hehe) bukan orang pertama kali di bulan. Selain teman saya yang gemar kayak begituan. Saya pernah denger cerita tentang mesin waktu. Saya berpikir, orang seperti ini pasti pinter banget. Hal-hal seperti ini memperkuat pernyataan saya, “seakan-akan dunia ini bisa dijawab dengan ilmu pengetahuan”. Pengetahuan memang makin maju. Tapi saya jamin deh, pada suatu titik pengetahuan tidak bisa menjawab semua misteri yang ada di dunia ini ; seperti ; kenapa bisa muncul mahluk hidup di dunia ini?. Oleh sebab itu, jangan sampai kita kehilangan iman. Pengetahuan tidak mungkin bisa lepas dari iman. Dan keduanya, tak mungkin menjadi satu, melainkan berdampingan. Pada suatu saat pengetahuan membutuhkan iman untuk menjawab, begitu pula iman. Keren ya hubungan mereka!! ‘tidak menjadi satu tapi melengkapi’. Maka sepintar-pintarnya kita, kita mesti memiliki iman. Sehingga kita tidak terjatuh dalam kesombongan. Kesombongan yang mengatakan bahwa karena usaha kita sajalah semua ini terjadi, sedangkan Sang Pencipta hanyalah dongeng dan tak mempengaruhi kita. Hilangkan itu!

Bagi kita warga negara Indonesia, di KTP kita telah tersurat; Agama : Katholik / Kristen/Islam/Hindu/Budha. Apakah itu benar mendarah daging dalam diri kita? Saya merenungkan bahwa rasa syukur yang saya ungkapkan adalah iman saya kepada Tuhan yang terus membuat karya dalam hidup saya ini. Walau sepintar-pintarnya manusia, ia masih memiliki Sang Pencipta dan peberi rahmat. Mari berdoa dan ucapkan “ Kau Penciptaku, aku percaya bahwa Kau memberi karya dalam setiap detik hidupku. Ini usahaku untuk mewarnai dunia yang telah Kau ciptakan”.

Minggu, 26 Juni 2011

09:25

Saat aku pun masih harus memeperkuat imanku”

Theodorus Argo Nugroho



Pertanyaan buat kamu ‘eh kita…

Hari ini aku pulang ke rumah di mana orangtuaku tinggal. Tempat ini sepi, karena merupakan sebuah desa; nggak ada mall, lalu lalang mobil mewah, polisi yang bingung akibat kemacetan, anak kecil yang mesti mengemis di trafficlight, dan semua kejadian yang ada di kota besar. Tapi aku tak menyesal, karena masih banyak orang ramah dan memberikan senyum. Banyak yang sudah berubah dari desa yang dulunya masih segar dengan pohon, sawah, sungai dan hal-hal yang khas desa. Aku pengen desa ini tetap menjadi desa, aku juga nggak malu kok kalau dibilang anak dari desa. Tapi desa ini tidak tetap menjadi desa, karena setiap tahunnya, ketika aku liburan, banyak yang telah terjadi. Dari mereka yang belum punya anak, sekarang sudah punya anak. Bukan hanya soal keturunan, depan rumahku sudah ada dua rumah, padahal dulu hanya satu; samping rumahku yang dulunya kebun luas (tempatku dulu main sama temen-temen) sekarang sudah jadi rumah yang nggak kalah sama rumah-rumah di perkotaan sana, walau tidak begitu besar. Hmm… sebagai seorang pribadi aku tidak mengelak dengan sebuah perubahan jaman seperti ini. Yang penting orang-orang di desa ini masih ramah dan mengenal aku, begitu sudah cukup bagiku.

Baru saja pulang dan menikmati perubahan yang sudah ada di desaku ini, aku sendiri sudah merasa bosan. Bosan karena nggak ada pekerjaan yang bisa aku lakukan, hahaha…. Tapi ‘bener’, nggak ada kerjaan. Mosok pagi-pagi suruh nyari tempat pemotongan ayam di pasar tradisional buat motong mentok/banyak/angsa, padahal belum mandi dan sarapan, jayus nggak tuh. Terus, paling sms-an sama temen-temenku. Hanya itu yang menghibur (makasih ya!!!).

Nggak kalah akal karena kebosanan di siang bolong kayak gini, lalu aku nyalain laptop dan dengerin musik, mau OL tp modemku ERROR (orang-nge juga). Lagu yang paling aku senangi adalah Falling Slowly milik Glen Hansard. “ i don’t know u, but i want u…” itu lirik pertama, sebelumnya si Glen maen gitar dulu. Yang paling suka lagi dari lagu ini adalah duetnya Glen sama Marketa Irglova. Suaranya Marketa Irglova bikin merinding, ada nggak ya cewek indonesia yang suaranya kaya gitu…asik tu kalau jadian sama cewek kayak gitu. Wah… tapi nggak penting….haha… Lagi nikmat denger musik, seorang bapak memikul kotak kecil berisi sepatu dan seperangkat alat sol sepatu mampir ke depan rumahku. Dengan keringat akibat panasnya terik matahari, si bapak tukang sol sepatu menawarkan jasanya. Aku berpikir, ada nggak ya yang mesti di sol… hmmm…oh ya, sepatu sekolah… Masih baru sih, bahasanya “eman-eman nek di apa-apain”. Aku berpikir, kasihan tu bapak, siang-siang gini masih muter-muter cari orang yang mau dengan jasanya. Kemudian tanpa pikir panjang aku panggil bapak itu dan aku memintanya untuk menge-sol sepatuku itu. Di temani air putih dan sedikit cemilan, aku pun ngobrol sama bapak tukang sol sepatu itu. Oh ya,,,lagunya Glen (Falling Slowly) seolah menjadi iringan kami ngobrol yang kemudian ganti sama lagunya Avenged Seven Fold (Unholy Confessions yang nge-rock abiss!!). Nggak nyambung sih kalau dijadiin iringan ngobrol, tapi obrolan kami makin menarik. Bapak itu malah CURCOL sama aku…hehe. Aku jadi tahu suka-duka jadi tukang sol sepatu, berapa jumlah anak, istri (?), berapa penghasilannya, and anything. Perjalanannya ke sana ke mari mencari orang yang mau akan jasa sol sepatu itu sulit. Bisa dibilang mencari uang setiap harinya perlu perjuangan keras dibanding orang-orang yang duduk di perkantoran. Ini namanya totalitas kerja. Bapak itu berkata bahwa hanya itu kemampuannya untuk mencari nafkah. Memang sudah banyak pekerjaan yang pernah ditekuni, namun beliau memilih untuk menjadi tukang sol sepatu.

Begini Saja Sudah Bahagia kok Mas…

Demikian bapak itu bersyukur dengan keadaannya sekarang. Dengan penghasilan tidak menentu setiap harinya, sekitar 20rb sampe 25rb, bapak tukang sol sepatu itu bilang cukup? Bisa menghidupi keluarganya? Aneh? Kok cukup ? nggak mungkin!! Aku saja setiap minggunya ngabisin pulsa 10rb-an (itu juga paling hemat, juga kalau nggak nelpon sana-sini), belum kalau ngeNet di warnet, jajan, ntraktir, beli bensin, dan kebutuhan anak muda lainnya. Itu pun terkadang aku masih bilang belum cukup membahagiakan. Wah.. bapak itu keren banget ya bisa ngatur keuangan sampai cukup buat kebutuhan dirinya sendiri, anak-istri, dengan penghasilan segitu. Tapi aku pikir sebetulnya bapak itu masih kekurangan. Aku jadi merasa nggak enak, aku masih belum merasa cukup bahagia dengan keadaanku sekarang padahal bapak tersebut merasa cukup. Yang hebat dari bapak itu adalah mensyukuri. Aku merenung, oh ya,,,aku masih sulit bersyukur akan keadaan sekarang ini. Memang benar, semakin seseorang berada pada sebuah keterbatasan mereka akan semakin mensyukuri keadaan. Sampai kapanpun manusia tidak akan pernah merasa kecukupan, contoh saja teknologi, nggak ada matinya. Belajar dari bapak tukang sol sepatu, aku menjadi sadar bahwa bersyukur akan keadaanku sekarang ini penting. Dengan seperti itu, manusia menjadi lebih terbuka, peka akan sesamanya yang membutuhkan bantuan. Tidak mungkin di dunia ini semua menjadi orang kaya, tapi yang bisa kita usahakan adalah bersyukur dan berbagi dengan orang yang membutuhkan. Mungkin itu yang membuat Tuhan memberi rezeki kepada setiap orang berbeda-beda, yaitu supaya kita belajar akan nilai berbagi dengan sesama di dunia ini. Hmmm…. “bersyukur dan berbagi berkat”, aku hanya bisa ngajak ni sama yang baca tulisan ini… “ AYO BERSYUKUR DAN BERBAGI BERKAT LIHAT SESAMAMU DAN SAPALAH!!! “ “oh ya…beri senyum juga donk : )”

Jum’at, 24 Juni 2011

16:08

setelah tukang sol juga menge-sol hatiku untuk bersyukur”

Theodorus Argo Nugroho

*karangan ini adalah fiksi, namun benar-benar terjadi. Ada beberapa hal yang dilebih-lebihkan oleh penulis demi lebih menarik dan geregetnya tulisan….hehehe

 


sebuah tulisan anak muda yang cinta Pancasila

Setiap liburan sekolah, saya selalu mencoba meluangkan waktu untuk berkunjung ke rumah keluarga yang pernah memomong saya. Bisa dibilang bahwa mereka adalah keluarga kedua saya. Ketika saya berkunjung kesana, saya lebih senang bermain dengan salah satu anak dari keluarga tersebut yaitu si bungsu. Usianya baru 8 tahun dan kelakuan sebagai anak kecil yang polos, serta kenakalan yang terkadang merepotkan orangtuanya, menjadi hal yang menarik untuk menjadi pembelajaran bagi saya. Pembelajaran akan sebuah nilai yaitu hubungan antara orangtua dan anak. Kok bisa? Ya, karena senakal-nakalnya si bungsu tersebut, orangtuanya tidak mengusir dan masih menganggap sebagai anak. Orangtuanya hanya menasihati anak tersebut sebagai buah hati mereka. Dibalik semuanya itu ada apa sih ?

Mau Dibawa Ke Mana Negara Kita ?

Jauh dari cerita di atas, saya mengajak Anda untuk melompat ke sebuah realita di Negara kita. Tenang saja, Negara kita ini mempunyai sangkut-pautnya dengan cerita keluarga kedua saya, jadi jangan menganggap tulisan saya ini nglantur. Yang jelas pada subbab ini saya mau mensharingkan kebingungan saya mengenai “ kehidupan Negara seperti apa yang ingin diwujudakan di Negara kita ini?’. Atau lebih jelasnya ideologi. Benar-benar saya dibingungkan akan diri saya yang serba bingung jika ngomong mengenai  persoalan Negara ini.

Kembali pada ideologi, Pancasila adalah ideologi Negara kita.Indonesia. Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyatIndonesia, ( huh… saya menulis radak grogi!!) adalah nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila Negara kitaIndonesia. Saya mencoba membuat survei kecil mengenai ‘ hafal nggak sih temen-temenku sama nilai-nilai Pancasila?’. Dari 5 teman saya, hanya 1 teman yang masih ‘glagepan’. Bisa dipikir bahwa teman saya tersebut yang ngakunya warga NegaraIndonesiahafal akan ideologi negaranya yang merupakan idealisme dari NegaraIndonesiaini. Memang tidak mungkin semua idealisme itu terwujud karena ‘ kesempurnaan ini hanya milih Allah’, tapi apa salahnya kalau kita mengusahakannya. Sayangnya apa yang kita usahakan itu sudah luntur, tapi kata teman saya ‘ bukan luntur tetapi belum tertanam’. Selain ideologi yang tak tertanam dalam benak setiap warga Negara, beberapa organisasi yang masih memperjuangkan ideologinya masing-masing, tekadang ideologi mereka berbeda atau kurang sesuai dengan Pancasila.

“Sudah ada ideologi kok masih mencari ideologi?”. Setelah saya renungkan, tidak apa-apa sih jika sebuah organisasi memiliki ideologi yang berbeda karena mempunyai kepentingannya  masing-masing. Tapi menurut saya, alangkah lebih baik jika ideologi tersebut tidak merugikan kaum tertentu atau seluruh warga Negara. Dalam arti, setiap kelompok yang ingin menerapkan ideologi juga harus mengingat bahwaIndonesia ini adalah Negara yang pluralistis, beragam tapi tetap satu Negara. Lalu pertanyaan saya; mau dibawa ke mana toh Negara ini?

 

Peran Kaum Mayoritas itu Besar

Menjadi salah satu warga Negara Indonesia, saya sendiri menginginkan hidup rukun, tentram walaupun lingkungan yang beragam. Pokoknya kalau saya kemana-mana : aman tanpa gangguan, bisa saling sapa dan tidak ada diskriminasi! Hehe…”

Indonesiaadalah Negara yang pluralistis. Dari bermacam-macam suku, ras, etnis, dan budaya tentu ada yang namanya kaum mayoritas dan kaum minoritas. Kedua kaum inilah yang memberi warna dan berpengaruh dalam terbentuknya nilai-nilai yang akan diwujudkan    bersama-sama sebagai suatu Negara. Kedua kaum tersebut  memang berpengaruh, namun menurut saya kaum mayoritas lebih berpengaruh. Di sini saya tidak menempatkan kaum minoritas pada posisi yang tidak berpengaruh sama sekali, tetapi memang kaum mayoritaslah yang lebih memerankan ‘stir’ secara penuh demi ‘dibawa kemana Negara ini?’. Contoh saja pada sebuah pemilihan umum ; ketika pemilihan umum dan setiap kaum antara mayoritas dan minoritas mewakilkan satu orang dalam pemilihan tersebut, tentu dengan mudah seseorang menentukan suara siapa yang terbanyak dalam pemilihan umum tersebut. Begitu pula halnya kebijakan pemerintah yang ditetapkan bagi warga negaranya akan berjalan dengan lancar jika setiap warga Negara turut menjalankan kebijakan tersebut. Nah!! Jika para kaum mayoritas bertindak berbeda dengan kebijakan pemerintah, bagaimana kondisi Negara ini coba? Bukan semata-mata saya ingin menyalahkan, namun menyadarkan bahwa kaum mayoritaslah yang memegang dinamika suatu Negara.

Negara ini akan berjalan damai, tentram, rukun dan hal-hal yang baik bila kita semua (antara mayoritas dan minoritas) tidak mendiskriminasi beberapa kaum. Seperti contoh demikian ; apa bila kaum mayoritas terlalu mengutamakan kepentingannya saja dan kepentingan tersebut menyingkirkan kaum minoritas, itu berarti bahwa kaum mayoritas harus menyingkirkan kaum minoritas bukan? Kalau saya berhayal, mesti akan terjadi diskriminasi entah secara halus maupun tegas. Jika Anda sebagai kaum minoritas, tentu Anda pusing dengan posisi tersebut. Mau memberontak tetapi kalah jumlah, mau menurut ya harus menderita.

Jika ingin Damai, Tentram, Rukun, dan hal-hal yang baik, “harusnya”…

            Saya mau me-review masa Sekolah Dasar (SD) saya yaitu sekitar kelas 2-4 SD. Kalau tidak salah, dalam ulangan harian Kwn (dulunya PPKn!!) terdapat soal kurang lebih demikian : ‘Kepada Orang lain (tetangga, beda agama, dll) kita harus bersikap saling ?’ Begitu mudahnya saya dapat menjawab pertanyaan tersebut karena option dari soal tersebut hanya ada satu sikap baik yaitu menghormati. Ternyata eh ternyata, setelah saya mengalami pendidikan sampai        se-gede ini, ada yang kurang pada option atas pertanyaan tersebut. Kalau boleh, saya ingin menambahkan satu rasa atau sikap yang harus dimiliki oleh setiap manusia, setelah option menghormati. Bukannya saya sok pintar dan sok menasihati, tetapi menyumbangkan ide yang saya terima dari membaca buku dan masukan dari teman. Sikap atau rasa tersebut adalah rasa memiliki atau sense of belonging.

Saya akan mengajak Anda untuk belajar dari keluarga kedua saya tadi. Antara orangtua dan anak juga memiliki rasa saling ‘memiliki’ atau sense of belonging. Sehingga, mereka merasa ; itu bagian dari saya, walaupun kedua pihak (antara orangtua dan anak) memiliki kepentingannya masing-masing, tekadang malah saling berbeda. Namun sekali lagi saya ingin menegaskan bahwa rasa “sense of belonging” ini membawa pada kesadaran ‘ nek kae salah yo tak kei ngapura’ ( kalau dia salah ya saya maafkan ). Begitu pula hanya pada negara kita. Antara kaum mayoritas dan minoritas haruslah memiliki rasa tersebut. Sehingga kepentingan antara kaum mayoritas dan kaum minoritas tidak saling mencelakakan, karena mereka saling memiliki. Itulah yang menurut saya bisa menjadikan Negara kita Damai, Tentram, Rukun, dan hal-hal yang baik.

Adasatu pertanyaan yang menarik dari teman saya, demikian ; ‘ kalau saling memiliki berarti istri lo juga istri gue dong!! Cewe lo juga cewe gue dong!! Mobil lo juga gue dong!! Hahaha…’ Dalam hati saya pengen nonjok ‘tu orang, masak istriku juga istrinya, cewekku juga  ceweknya dia? Huh!! Tapi dengan sebuah kesadaran dan pencerahan dari temen saya yang namanya Agustinus Mujianto, saya mendapatkan jawabannya. Ya… saya tadi sudah mengatakan rasa saling MENGHORMATI bukan? Dengan menghormati kita memiliki batasan tapi juga masih dalam suasana saling memiliki. Hal tersebut terjadi pada keluarga kedua saya. Tidak mungkin to saling memiliki tapi tak tahu menghormati. Seorang anak akan menghormati ayahnya sebagai orangtua sehingga tutur kata pun ia jaga. Seorang ayah juga menghormati keinginan anaknya terlebih kehidupannya, jadi orangtua tidak semena-mena mengatur anaknya tanpa memberikan kebebasan bagi diri anak.

Secara singkat saya akan memberikan kesimpulan atas tulisan saya ini. Kaum Mayoritas berpengaruh besar terhadap negara ini (kaum yang ‘menang’) ditengah banyaknya kaum yang juga sama-sama memperjuangkan kepentingannya masing-masing. Tetapi bagaimana sebuah kepentingan per-kaum ini tidak saling merugikan satu sama lain? Bukan hanya saling menghormati saja tetapi juga saling memiliki ‘sense of belonging’. Demi terbentuknya kondisi negara yang Damai, Tentram, Rukun, dan hal-hal yang baik, kaum mayoritas ‘harus’ tergerak untuk menumbuhkan semangat saling menghormati dan sense of belonging. Sehingga kaum mayoritas mampu menjadi pelindung secara keseluruhan.

Ucok says : ‘ bukan berarti Cuma tugas mayoritas, tapi semua. Kita. Warga NegaraIndonesiaya…’

Theodorus Argo Nugroho

XI IPA SMA Seminiri Menengah Mertoyudan


Apakah anda salah satu dari orang yang beranggapan bahwa sosialis sama dengan komunis? Bila anda beranggapan demikian berarti anda sudah disesatkan pada pemahaman yang salah. Memang sosialis dan komunis mempunyai arti yang sama namun berbeda. Antara sosialis dengan komunis mempunyai jalan sejarahnya yang sama. Semuanya berawal dari revolusi industri yang terjadi di Inggris pada abad 18 dan 19. Pada saat itu akibat revolusi industri lahir  sebuah paham yang didominasi oleh para kaum kapitalis. Kaum kapitalis ini adalah orang –orang yang memiliki modal. Hingga paham baru tersebut dinamai kapaitalisme.

Ternyata sistem kapitalis ini lambat laun telah menjadi momok yang sangat mengerikan bagi kaum buruh atau yang disebut proletar. Karena kaum kapitalis yang memiliki modal mulai menindas dan mengisap kaum proletar. Itu semua dilakukan demi mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi kaum kapitalis. Inilah yang membuat kaum proletar melakukan perlawanan terhadap system kapitalis.

Ekonomi  masyarakat pada abad 18 dan 19, menurut Karl Marx, ditandai dengan pertentangan antara kelas atas yang memiliki modal atau alat produksi dan kelas bawah yang hanya memiliki tenaga. Kepentingan antara kelas atas (kaum kapitalis )dan kelas bawah (kaum proletar) mengalami ketegangan. Kaum kapitalis ingin menekan biaya produksi untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, sedang kaum proletar hendak meningkatkan pendapatannya. Hubungan antar kelas disebut hubungan produksi, sedangkan alat kerja, buruh, dan pengalaman kerja disebut tenaga produktif. Menurut Marx, basis masyarakat ditandai dengan kontradiksi atau ketegangan, karena di satu pihak tenaga produktif itu berkembang terus secara progresif, sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Tetapi di satu pihak hubungan produksi cenderung bertahan dalam status quo. Kontradiksi antara hubungan produksi konservatif dan tenaga produktif progresif akhirnya memuncak dan menyebabkan meletusnya revolusi.

Kaum kapitalis berkepentingan untuk melanggengkan pengisapan mereka terhadap kaum proletar demi mata pencaharian mereka, tetapi perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin pesat menyadarkan kaum proletar akan keadaannya dan melakukan perlawanan untuk membalikkan struktur masyarakat yang didasarkan atas hubungan kepemilikan(kapitalisme). Ketika perjuangan kaum proletar  berhasil menghapus hak milik kaum kapitalis atas alat produksi, terciptalah masyarakat tanpa kelas dan berakhirnya segala bentuk keterasingan manusia dalam masyarakat.

MUNCULNYA SOSIALISME DAN KOMUNISME

Frederich Engels, sahabat akrab Marx, di kemudian hari menyebarluaskan ajaran Marx. Ajaran Karl Marx ini kemudian dikenal dengan nama Marxisme. Marxisme diterima dalam kalangan buruh jerman dengan partainya, partai sosial demokrat            Jerman, dalam kongres diErfurttahun 1891. Jika ajaran Marx itu disebut materialisme sejarah, ajaran Marx yang dikembangkan oleh Engels disebut materialism dialektis. Materialisme dialektis diterima menjadi ideologi gerakan buruh internasional atau internasionale II. Karena itu internasionale II bersifat deterministik terhadap sejarah. Mereka beranggapan bahwa kapitalisme adalah suatu bentuk masyarakat yang akan terus mengisap kaum buruh. Sementara itu terjadi kosentrasi modal pada kaum kapitalis yang menyebakan membengkaknya jumlah kaum proletar.  Akibatnya kaum proletar tidak dapat meningkatkan pendapatannya. Kemudian kaum proletar akan semakin miskin dan kaum kapitalis jadi semakin kaya.

Sampai pada titik krisis tertentu, system kapitalis akan ambruk dengan sendirinya dan setelah itu terbitlah fajar baru, system sosialis, dengan kekuasaan berada di tangan kaum proletar. Semua ini berjalan menurut keniscayaan hukum baja sejarah yang tak lain adalah hukum ekonomi. Maka pandangan ini disebut ekonomisme. Dasar pandangan ini terdapat dalam buku Marx, Das Kapital. Di sini perjuangan kelas tidak lagi mendapatkan tempat. Kaum buruh tinggal menunggu secara pasif menyingsingnya fajar jaman sosialis.

Namun di kemudian hari, Lenin menambahkan ajaran Leninisme pada ajaran Marxisme sehingga menjadi Marxisme-Leninisme atau komunisme. Inilah awal dari terbentuknya paham baru, yaitu komunisme. Sehingga dapat dikatakan komunisme merupakan perkembangan dari sosialisme.  Lenin atau Vladimir Ilyic Ulyanov tidak menyetujui sikap Internasionale II yang menanti jaman sosialis, seperti menanti datangnya gerhana matahari. Lenin menolak pandangan sosialisme reformis dari Internasionale II. Lenin juga tidak yakin bahwa kaum proletar dapat mengambil prakarsa untuk mengadakan perjuangan kelas dan revolusi. Karena itu, menurut Lenin, revolusi proletar itu harus dipimpin sebuah partai. Partai terdiri atas kaum intelegensia dan para kadernya. Mereka bertugas memberikan kesadaran kelas yang revolusioner pada kaum buruh dengan mendidik mereka, mempertajam pertentangan kelas, memanaskan situasi, dan akhirnya, bilamana persyaratan revolusi telah matang, partai akan memimpin revolusi itu. Setelah kekuasaan kaum kapitalis direbut, partai komunis tetap memimpin kaum proletar. Ajaran Lenin ini disebut juga sosialisme ilmiah.

SOSIALIS DAN KOMUNIS BERBEDA

Memang terkadang ada orang yang menyamaratakan pengertian sosialis sama seperti komunis. Namun sebenarnya itu merupakan kesalahan besar. Kalau orang komunis itu bisa bersifat sosialis, tapi orang sosialis belum tentu bersifat komunis. Dari pengertian antara sosialis dengan komunis memang ada sebuah kesamaan. Karena memang komunisme merupakan perkembangan dari sosialisme. Merupakan penambahan ajaran Leninisme terhadap ajaran Marxisme. Boleh dibilang komunisme adalah paham sosialisme yang lebih bersifat radikal atau revolusioner. Namun yang lebih parahnya lagi adalah komunisme telah menggeser pengertian murni sosialisme.

Jika kita perhatikan dalam sejarah bangsaIndonesia, pada awal kemerdekaan sampai tahun 1965 pernah pula diperkenalkan konsep sosialisme alaIndonesia. Namun  sejak memasuki Orde Baru “sosialisme” itu tidak terdengar lagi. Karena pada saat itu pemerintah Orde Baru menganggap sosialisme merupakan salah satu dari komunisme yang harus diberantas.

Dalam dunia internasional, paham komunisme lebih terkenal daripada paham sosialisme. Karena komunisme mendapatkan tempat di hati rakyat, khususnya di hati para kaum buruh dan petani. Sedang paham sosialisme dianggap hanya memberikan harapan yang kosong. Namun tak jarang pula ada sebagian besar masyarakat internasional yang memberikan citra buruk pada komunisme. Citra buruk komunisme ini secara langsung mencederai pengertian murni sosialisme. Sehingga inilah yang membuat orang beranggapan sosialisme murni itu sama buruknya dengan komunisme, sebenarnya ini salah, sosialisme tidak dapat disamakan begitu saja dengan komunisme. Biarpun sosialisme mempunyai arti yang sama dengan komunisme  namun cara pengungkapannya berbeda. Komunisme itu lebih bersifat radikal atau revolusioner. Sedang sosialisme lebih bersifat evolusioner, persuasi, konstitusional –parlementer , dan tanpa kekerasan.

Dari sini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa antara sosialis dengan komunis tak dapat disamaratakan begitu saja. Kita harus sadar kalau kita tidak bisa memberi cap yang sama kepada orang sosialis dengan cap komunis. Karena antara sosialis dengan komunis itu sangatlah berbeda.

 

Agustinus Mujianto

Kelas XI IPS Seminari Menengah Mertoyudan Magelang